Sebelum
masuk pada inti pembahasan, kiranya saya ingin mendahului tulisan ini dengan
doa semoga bapak ibu pembaca sekalian senantiasa berada dalam lindungan dan
keberkahan dari Allah Azza wa Jalla.
Akhir-akhir
ini, dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini setidaknya menurut pengamatan
penulis, kehidupan properti di Indonesia diramaikan dengan adanya suatu konsep
properti baru yang disebut Properti Syariah. Apa ini..?? Properti Syariah
secara terminologi merupakan sebuah konsep properti baru dimana spirit
melepaskan diri dari Riba dalam transaksi kepemilikan properti ini sangat
kental terasa. Di beberapa tempat, konsep tanpa riba ini ditambahkan dengan
"tanpa-tanpa" lain seperti tanpa sita, tanpa denda, tanpa akad
bermasalah, dll yang memperkuat semangat anti riba tersebut.
Slogan
anti riba ini sendiri berangkat dari adanya sebuah semangat bersama sekelompok
masyarakat untuk terhindar dari bahaya riba yang disebutkan dalam al-quran dan
sunnah. Imam adz-dzahabi dalam kitab Al-Kabaair menempatkan perbuatan memakan
harta riba sebagai dosa terbesar ke-12. Tentu tanpa bermaksud
meringan-ringankan dibanding 11 amalan buruk diatasnya, namun secara jelas,
riba merupakan salah satu dosa besar yang harus segera dihindari.
Dalam
al-qur'an surah Ali-Imron : 130, Allah Azza wa Jalla berfirman yang
artinya,"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan."
Dalam al-qur'an surah Al-Baqarah, Allah memberikan perumpamaan bagi pelaku
riba. "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka
berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.". Dalam sebuah
hadits Nabi Muhammad SAW bersabda, "Riba itu memiliki 70 pintu. Yang
paling ringan adalah seperti seseorang yang menikahi ibunya sendiri. Sedangkan
yang paling berat adalah seseorang yang senantiasa merusak kehormatan saudara
Muslimnya."(1)
Oleh
karena betapa besarnya peringatan tentang riba ini, sehingga banyak kelompok
masyarakat yang menaruh perhatian besar pada adanya potensi riba dalam sebuah
transaksi properti, baik itu rumah tapak, rumah susun, kebun, dll. Semangat
hijrah ini semakin menggeliat dengan banyaknya testimoni-testimoni orang yang
berhasil keluar dari lilitan hutang riba dalam sebuah skema KPR Bank
konvensional. Bukan hanya itu, aksi anti riba juga banyak dilakukan dalam
bentuk menjual seluruh aset yang diperoleh dalam transaksi riba sebelumnya. Hal
ini semakin menambah semangat masyarakat untuk memiliki property dengan cara
syariah.
Semangat
yang tinggi ini dan diiringi dengan adanya kebutuhan untuk segera memiliki
hunian semakin menambah besar peluang bisnis properti syariah.
Workshop-workshop bisnis yang mengulas metode bisnis jenis ini banyak
bermunculan dalam bentuk komunitas-komunitas seperti: Developer Property Syariah
(DPS) yang digawangi oleh Ust. Rosyid Aziz yang banyak menggarap proyek di
Jabodetabek. Ada juga komunitas semisal bernama Developer Property Syariah
Indonesia (DPSI) binaan Ust. Rudini yang banyak mengembangkan properti di
wilayah jawa bagian tengah-timur dan indonesia bagian timur. Asosiasi Property
Syariah Indonesia (APSI) yang dibentuk oleh Komunitas Pengusaha Muslim
Indonesia (KPMI) juga tak mau ketinggalan untuk membuat pelatihan-pelatihan
ber-genre serupa. Seluruh komunitas ini -- dan komunitas lain tentunya, yang
belum dicantumkan dalam tulisan ini -- memberi kontribusi positif dan atraktif
dalam pengembangan industri properti syariah di tanah air.
Masyarakat
indonesia merespon positif adanya model kepemilikan properti seperti ini.
Karena hampir semua pengembang alumni dari komunitas-komunitas ini menerapkan
sistem pembayaran langsung ke pengembang tanpa melibatkan bank sebagai pemberi
kredit (KPR). Meski ada sebagian dari pengembang tersebut tetap menggunakan KPR
Bank, namun setidaknya pilihan jatuh kepada Bank Syariah, itupun dengan klausul
yang tertuang dalam akad antara pengembang-bank-konsumen terlebih dulu sudah
diverifikasi oleh verifikator internal komunitas tersebut, APSI misalnya.
Sehingga potensi riba yang mungkin terjadi dapat diminimalisir semaksimal
mungkin.
Dengan
demikian kehadiran properti syariah sebenarnya bagi beberapa lapisan masyarat
cukup membantu khususnya masyarakat yang secara administrasi dari kacamata
perbankan tidak layak (not bankable) atau pernah masuk kedalam catatan hitam
Bank Indonesia yang dalam kurun waktu tertentu tidak bisa mendapat kredit dari
perbankan.
Namun,
disisi lain di pihak pengembang pun harus memiliki sistem filtrasi yang cukup
bagus dan akurat untuk mengelola sistem ini, sebab alih-alih ingin membantu
malah jadi buntu. Konsumen yang membeli produk properti tersebut memang
sebenarnya saat ini sedang tidak cukup baik finansialnya. Sebab, ada 2
tantangan utama pengembang dalam konteks ini, yakni; arus kas terganggu yang
sedianya menjadi jantung perusahaan dan sistem tanpa sita yang tidak
memungkinkan si pengembang untuk melakukan 'tekanan' langsung kepada konsumen
untuk segera menyelesaikan pembayarannya.
Selain
tantangan-tantangan lain, seperti; aspek legalitas, sosial masyarakat dan satu
lagi yang tak kalah pentingnya dari aspek teknis, pengembang harus benar-benar
memiliki personil maupun tim yang tangguh, mengingat harga bahan material dan
upah sangat-sangat fluktuatif. Beda daerah beda harga, beda merk beda harga
pula. Pun, di beberapa daerah tertentu tidak mudah untuk mendapatkan mandor
maupun tukang yang bisa diandalakan kualitasnya. Sekalinya ada harganya pun
berbeda. Faktor teknis ini juga kerap menjadi arena perdebatan yang cukup
panjang antara pengembang dengan konsumen pada saat serah terima. Adanya
perbedaan, baik antara gambar dengan di lapangan, maupun jenis material yang
digunakan ini juga perlu diperhatikan sedari awal, agar seluruh pihak memahami
spesifikasi teknis bangunan dari mulai yang terlihat sampai yang terlihat itu
apa saja, seberapa besar, terbuat dari bahan apa. Jikapun ada jenis material
yang rentan kosong atau sulit didapat, dijelaskan juga "setara" itu
lingkupnya sampai mana, berkisar di merk mana saja jika merk utama yang
dikehendaki tidak tersedia.
Sehingga,
dengan demikian kehadiran properti syariah benar-benar muncul sebagai entitas
bisnis yang Amanah dan Profesional.
Referensi
Data:
0 comments:
Post a Comment