“Jangan
menunggu untuk membeli properti, belilah properti dan tunggulah.”
(T Harv Eker)
Apa yang dikatakan oleh penulis buku Secrets of the Millionaire Mind tersebut
adalah salah satu keistimewaan yang dimiliki properti. Siapa saja pasti tahu jika
harga properti setiap tahunnya akan naik, apapun itu, dan apapun bentuknya.
Khususnya rumah, yang setiap orang atau keluarga membutuhkannya sebagai salah satu
kebutuhan primer (papan).
Rumah sendiri merupakan salah satu
properti yang dipastikan naik setiap tahunnya. Tak terkecuali dengan rumah
seken (rumah bekas). Ekstremnya, kenaikan harga rumah bisa mencapai 10% hingga
35% per tahun, terkadang tanpa pernah diketahui apa yang mendasarinya.
Bagi Anda yang saat ini sedang berjuang
untuk memiliki rumah, tentu saja kabar tersebut kian menambah berat perjuangan
Anda. Tapi apapun, justru hal itu harus dijadikan sebagai motivasi untuk
mencari dan mendapatkan rumah pertama Anda.
Lalu, sebenarnya apa yang menjadi faktor
penyebab harga rumah selalu naik setiap tahunnya? Berikut ini lima faktor
penyebab kenaikan harga rumah yang dirangkum Perumahan Islami Indonesia dari profperti.com.
1. Inflasi
Sering kali setiap ada kenaikan harga
rumah, inflasi menjadi alasan pembenar atau justifikasinya. Pihak developer
biasanya melalui marketingnya selalu mempropagandakan inflasi sebagai alasan
untuk menaikkan harga rumah, baik marketing yang Anda sambangi di Marketing
Gallery, maupun marketing yang Anda saksikan di televisi. Masing-masing
sama-sama mengumbar kata-kata, “Bulan depan harga naik!”.
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Di antaranya: konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, hingga
terjadinya ketidaklancaran dalam distribusi barang, yang pada gilirannya
menyebabkan menurunnya nilai mata uang secara kontinyu.
Bahasa gamblangnya, dengan nilai mata uang yang turun secara kontinyu,
mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Kondisi tersebut kemudian membuat
harga material sebagai salah satu komponen pembiayaan developer meningkat, para
karyawan pada developer tersebut pun akan menuntut penyesuaian biaya hidup yang
semakin mahal. Sehingga, mau tidak mau kenaikan harga properti menjadi win win solution, meskipun dampaknya
tentu saja golongan yang sedang mencari rumah semakin kesulitan mendapatkan rumah.
Menurut catatan yang dirilis Bank Indonesia,
sasaran inflasi yang ditetapkan pemerintah pada tahun 2013 lalu sebesar 4,5%
dengan deviasi ± 1% dan tercatat inflasi aktual pada tahun tersebut sebesar
8,38%. Sementara sasaran inflasi tahun 2014 sebesar 4,5% dengan deviasi ± 1%
dan tercatat inflasi aktual pada tahun tersebut sebesar 8,36%.
Jika melihat trend tersebut, maka jelas
kenaikan harga rumah sebenarnya jauh diatas inflasi itu sendiri. Namun tetap
saja, inflasi dianggap menjadi faktor utama yang paling sah terhadap kenaikan
harga rumah.
2.
Demand
Harus diakui bahwa faktor demand (kebutuhan) ini tidak lepas dari
Angka Harapan Hidup rakyat Indonesia yang semakin meningkat setiap
dasawarsanya. Angka harapan hidup itu sendiri adalah perkiraan jumlah tahun
hidup dari individu yang berdiam di suatu wilayah dari sekelompok mahluk hidup
tertentu.
Angka harapan hidup, yang terhitung untuk
Indonesia berdasarkan Sensus Penduduk tahun 1971 adalah 47,7 tahun, artinya
bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1971 (periode 1967-1969) akan dapat
hidup sampai usia 47 atau 48 tahun.
Tetapi bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1980 mempunyai usia harapan
hidup yang lebih panjang, yakni hingga usia 52,2 tahun, dan meningkat lagi
menjadi hingga usia 59,8 tahun untuk bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1990.
Sedangkan, bayi yang dilahirkan tahun 2000 angka harapan hidupnya mencapai usia
65,5 tahun. Sehingga, angka harapan hidup tentu saja akan berkorelasi terhadap
pertumbuhan jumlah penduduk.
Peningkatan angka harapan hidup tersebut mencerminkan adanya peningkatan
kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia selama 30 tahun terakhir, yaitu
mulai tahun 1970-an sampai tahun 2000-an. Hal tersebut tidak lain berkat upaya
pemerintah yang melakukan program pembangunan kesehatan, maupun program sosial
lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori, termasuk
pemberantasan kemiskinan.
Meningkatnya kesejahteraan rakyat
Indonesia yang tercermin melalui angka harapan hidup tersebut, disertai dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk Indonesia, tentunya menuntut pemenuhan
kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal.
Namun faktanya, masih terjadi ketimpangan rasio antara ketersediaan rumah
dengan jumlah KK (Kepala Keluarga) yang membutuhkan rumah. Hal tersebut dibaca
para pengembang properti sebagai peluang untuk terus menaikkan harga properti
yang dijualnya.
3. Supply
Menyimak poin demand di atas, tentunya menjadi kewajiban pemerintah untuk
memastikan supply (pasokan) rumah
melalui berbagai program. Salah satunya melalui program 1 Juta Rumah Bersubsidi
bagi Golongan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) seperti yang saat ini sedang
dilakukan oleh Kemenpera. Saat ini saja, masih terjadi backlog rumah yang menurut catatan BPS dan Bappenas Tahun 2014
sebesar 13,5 juta unit berdasarkan konsep kepemilikan, dan ditargetkan turun
menjadi 6,8 juta unit pada tahun 2019.
Dalam rangka memenuhi demand tersebut, sangat jelas pemerintah memiliki keterbatasan,
salah satunya menyangkut anggaran. Oleh karenanya, peran swasta tidak bisa
lepas bersama-sama dengan pemerintah dalam menyiapkan pemenuhan kebutuhan akan
rumah. Pemerintah perlu memberikan insentif bagi pihak swasta yang turut andil
menyiapkan hunian melalui regulasi yang kondusif terhadap investasi.
Di lain pihak, swasta atau dalam hal ini
developer juga harus taat terhadap aturan yang ada, harus pula mengikuti
kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable development). Alih-alih membantu Pemerintah, namun
menggadaikan ruang yang serba terbatas untuk memaksimalkan keuntungan dengan
mengorbankan aspek kenyamanan konsumen. Tentu itu tidak diharapkan.
Maka, masih adanya gap atau ketidakseimbangan supply dan demand
tersebut membuat harga properti, khususnya harga rumah setiap tahunnya selalu mengalami
kenaikan.
4. Investasi
Tak dapat dipungkiri lagi, jika rumah
selain sebagai pemenuhan kebutuhan primer setiap orang, juga dapat dijadikan
sebagai sarana atau alat investasi. Umum dijumpai, atau sering kita dengar, ada
orang yang memiliki rumah lebih dari satu. Rumah kedua dan seterusnya dijadikan
sebagai alat investasi. Misalnya untuk disewakan atau dikontrakkan. Bahkan ada
juga rumah yang dijual setelah lewat beberapa tahun ketika dianggap memberikan
keuntungan.
Ada satu kawasan perumahan yang ketika dilepas perdana untuk tipe 45/90
dihargai Rp 600 juta. Tidak sampai enam bulan setelah itu, rumah tersebut sudah
bisa dijual dengan harga Rp 800 juta. Setahun kemudian sudah diatas angka Rp 1
miliar.
Masih pada kawasan yang sama, meski rumah tidak ditinggali konsumen, namun oleh
pengelola dikenakan biaya pemeliharaan lingkungan sebesar Rp 500 ribu per
bulan, serta ditambah denda Rp 500 ribu per bulan jika tidak ditinggali.
Hebatnya, Rp 1 juta per bulan tetap dibayar meski tidak ditinggali. Apa namanya
jika itu bukan untuk maksud investasi.
Value yang dimiliki oleh rumah tersebutlah yang
menyebabkan orang tertarik untuk menjadikan rumah sebagai sarana investasi.
5. Lokasi
“Posisi menentukan prestasi!”, mungkin
Anda hafal dengan idiom saat zaman sekolah atau zaman kuliah dulu. Meski
berkonotasi negatif, tapi ya itulah salah satu idiom yang paling dikenal siswa
maupun mahasiswa. Idiom tersebut mengandung makna jika dapat memilih posisi
yang tepat saat ujian, dalam arti posisinya dekat dengan teman yang pandai dan
tidak pelit memberikan jawaban, maka hasil ujian pun akan baik.
Analogi idiom tersebut pada properti
menggambarkan bahwa rumah yang berada di dalam sebuah kawasan perumahan dan
berada di lokasi yang strategis, merupakan salah satu faktor naiknya harga
rumah setiap tahun. Rumah strategis diidentikkan dengan rumah yang berada pada
kawasan yang telah tumbuh, serta telah tersedia berbagai fasilitas kota,
seperti perkantoran, pusat perbelanjaan, perniagaan, rumah sakit, sekolah, tempat
ibadah, dan seterusnya.
***
Itulah kelima faktor yang menyebabkan
mengapa harga properti, khususnya rumah selalu mengalami kenaikan harga setiap
tahunnya. Bagi Anda yang sedang mencari rumah, pertimbangkanlah kelima hal
tersebut ketika membelinya. Perhatikanlah promo dan harga yang diberikan pada
rumah yang sedang ditawarkan developer. Jangan sampai Anda menyesal karena
batal mengambil rumah tersebut ketika baru sadar harganya terus naik.
Penyadur:
Sumber:
Catatan: