
Pembelian rumah dengan menggunakan Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) Perbankan kerap dianggap menjadi solusi bagi mereka
yang belum mampu membeli rumah secara cash/tunai. Namun, di balik kemudahan
memperoleh rumah idaman tersebut, ada beberapa hal yang baiknya diperhatikan
terlebih dahulu. Terdapat berbagai jebakan yang otomatis akan menjerat siapa
pun yang masuk ke dalam skemanya.
Sistem KPR tersebut umumnya kesannya mudah, apalagi ditambah berbagai tawaran
menggoda, yang menyebabkan kerugian bagi Anda jika mengambilnya tanpa tahu apa
resikonya. Berikut ini adalah 7 alasan mengapa Anda sebaiknya menghindarinya
KPR Perbankan, khususnya Bank Konvensional.
1. BI Checking yang ribet dan melelahkan
Siapa saja yang pernah mencoba mengambil rumah lewat KPR perbankan pasti kenal
dengan BI Checking. Ya, inilah tahap awal jika Anda mau mengajukan KPR ke bank.
Sebuah proses verifikasi data klien terkait kelayakannya untuk bisa mengambil
cicilan perbankan. Selain proses pengecekannya yang bisa memakan waktu
berminggu-minggu, BI Checking juga menjadi momok bagi sebagian orang karena
sering ditolak pengajuannya.
Jika Anda berprofesi sebagai pegawai tetap, mungkin hal ini tidak terlalu
menjadi persoalan karena kelengkapan data sudah disediakan oleh kantor. Namun,
jika Anda memiliki pekerjaan sebagai wirausaha mikro ataupun pedagang, syarat
yang diperlukan sungguh berat. Di antaranya, izin-izin usaha harus lengkap,
laporan keuangan yang mesti mendalam, serta aliran kas usaha yang terus stabil.
Ketika Anda gagal memenuhi salah satu kriteria tersebut, maka pengajuan
ditolak. Impian Anda untuk memiliki rumah pun pupus hingga dikubur dalam-dalam.
2. Suku bunga yang naik dan cicilan makin mencekik
Selamat jika Anda telah lolos BI Checking dan sudah memulai tahap mencicil. Di
sini akan timbul permasalahan baru yang awalnya kebanyakan orang tak menyadarinya.
Khususnya, bagi yang cicilan rumahnya bukan skema cicilan flat atau
cicilan tetap hingga selesai. Bagi yang cicilannya tidak flat, maka Anda
harus menghadapi cicilan KPR yang menyesuaikan nilainya dengan kondisi suku
bunga perbankan.
Awalnya, suku bunga tersebut terasa ringan karena diberikan suku bunga yang
nilainya rendah. Namun pada ujungnya, suku bunga tersebut cenderung akan naik
terus hingga mengagetkan Anda yang mencicil. Bisa jadi pada tahun pertama,
cicilan rumah Anda cuma dua jutaan, namun pada tahun-tahun berikutnya menjadi
empat jutaan. Sementara itu, penghasilan Anda tak mengalami kenaikan yang
signifikan. Duh, tentunya hal ini akan mencekik Anda yang membayar cicilan
tersebut.
3. Denda atas keterlambatan yang membuat biaya membengkak
Sebelumnya, Anda sudah harus menghadapi kemungkinan cicilan yang terus naik.
Ternyata tak cukup sampai di situ saja, Anda pun tak boleh terlambat menbayar
cicilan tersebut meski hanya sehari pun. Jika terlambat, maka akan dikenakan
denda yang besarnya bervariasi tergantung kebijakan bank yang menyediakan
fasilitas KPR.
Secara umum, memang kebanyakan bank menghitung denda per hari keterlambatan.
Namun, kondisi Anda sebagai pihak yang terlambat membayar cicilan tentunya
berbeda-beda. Tak jarang ada yang menunggak dengan durasi lama sehingga
dendanya jadi berlipat-lipat. Hal ini akan membuat biaya yang dikeluarkan untuk
memiliki rumah jadi semakin tinggi. Apalagi tak ada dispensasi maupun toleransi
untuk keterlambatan. Tak peduli kondisi keuangan keluarga Anda sedang sesulit
apapun.
4. Debt Collector yang siap meneror Anda
Ketika Anda sudah tidak mampu membayar cicilan, maka bersiap-siaplah menghadapi
para debt collector. Mereka sengaja disewa bank dengan tujuan agar
nasabah segera membayar angsuran yang tertunggak, tak peduli dengan apa
penyebabnya. Dalam hal ini, tak jarang debt collector tersebut diberi
wewenang menggunakan segala macam cara agar nasabah merasa terpojok, tidak
nyaman, terancam dan takut apabila menunda pembayaran lebih lanjut lagi.
Mungkin di antara Anda ada yang merasa berani untuk menghadapi teror dari debt
collector tersebut. Namun, coba bayangkan, apabila yang menghadapinya
adalah anak, istri, orang tua, atau kerabat dekat Anda yang lainnya? Apakah
masih ada perasaan aman, nyaman, dan tentram untuk tinggal di rumah tersebut
bagi Anda maupun mereka?
5. Resiko sita jika tak mampu bayar
Jika ternyata Anda tetap tidak mampu melanjutkan cicilan setelah berkali-kali
ditagih, maka bersiap-siaplah untuk mengosongkan rumah. Mau tak mau rumah
tersebut harus diserahkan kembali kepada bank. Padahal, bisa jadi Anda sudah
melunasi cukup banyak cicilan sebelumnya. Namun karena bank masih memiliki hak
penuh terhadap rumah Anda, maka ia dapat menyitanya, kemudian akan dilelangkan.
Besaran nilai lelang pun bank lah yang menentukan. Bahkan biasanya, harga rumah
yang dilelang jauh di bawah harga pasar agar cepat laku. Intinya, yang paling
penting nilai rumah tersebut haruslah dapat menutupi kekurangan cicilan
nasabahnya.
Lalu, Anda yang telah mencicil selama tahunan atau bahkan puluhan tahun hanya
bisa duduk terpaku. Penuh nestapa meratapi hilangnya aset disertai dengan
kesia-siaan membayar cicilan selama ini. Di lain sisi, pihak perbankan yang
menyita ternyata jarang sekali, bahkan hampir tak pernah, memberikan kelebihan
sisa lelang rumah kepada nasabahnya.
6. Dikenakan pinalti jika melunasi lebih cepat
Anda yang merasa banyak kerugian jika terus mencicil di bank pun akhirnya
tersadar. Saat Anda memiliki rezeki lebih, Anda pun ingin langsung mempercepat
pelunasan cicilan rumah tersebut. Ternyata, persoalan belum selesai. Jika Anda
ingin melunasi cepat, maka akan dikenakan pinalti (biaya tambahan) karena
melunasi tak sesuai rencana KPR. Ya, Anda dikenakan “denda” karena
“ketidakpatuhan” untuk membayar selama jangka waktu yang disepakati.
Terkesan lucu memang. Tapi inilah fakta yang terjadi pada umumnya. Ketika Anda
beriktikad mau mempercepat bayaran, malah tambahan bayaran yang Anda dapatkan.
7. Dosa riba karena KPR Konvensional yang jelas produk ribawi
Keenam hal sebelumnya adalah cobaan yang dihadapi oleh Anda jika mengambil KPR
lewat Bank Konvensional yang dapat dirasakan langsung di dunia. Selain itu,
akan ada pula yang diterima di akhirat jika Anda tetap berada dalam dalam
jebakan KPR Bank Konvensional padahal Anda sadar bahwa itu adalah produk
ribawi. Produk yang di dalamnya mengandung unsur riba, mulai dari bunga, denda,
penalti, dan sebagainya.
Apakah Anda masih mau menerima bahaya dan ancaman akan dosa riba yang sengaja
dilakukan? Apakah Anda mau mendapat dosa yang sama dengan menzinai ibu sendiri?
Atau mau berperang dengan Allah dan Rasulnya? Tentunya tidak bukan?
BUMI SALSABILA INDAH
"Hunian Syariah Penuh Berkah"