Banyak kita temukan
dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang keutamaan ibadah shalat. Akan
tetapi, sungguh mengherankan ketika kita jumpai kaum muslimin yang tidak
mengetahui atau pura-pura tidak tahu tentang keutamaan dan kedudukan ibadah
shalat sehingga melalaikannya. Bagi sebagian kaum muslimin, shalat adalah
ibadah yang paling tidak menarik, merepotkan, dan melelahkan. Jadilah mereka
tidak mendirikan shalat, tidak menyisihkan waktu untuk mendirikan shalat,
bahkan terkadang mengejek saudaranya yang perhatian dengan shalat, atau
menjadikan shalat sebagai bahan gurauan dan candaan.
Dalam tulisan singkat
ini, kami akan sebutkan sedikit tentang keutamaan ibadah shalat, sebagai bahan
pengingat bagi penulis pribadi, dan juga kaum muslimin yang membaca tulisan
ini.
Shalat adalah penyejuk
hati dan penghibur jiwa
Shalat merupakan
penyejuk hati, penghibur dan penenang jiwa. Oleh karena itu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ
الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ، وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dijadikan kesenanganku
dari dunia berupa wanita dan minyak wangi. Dan dijadikanlah penyejuk hatiku
dalam ibadah shalat.” (HR. An-Nasa’i no. 3391 dan Ahmad 3: 128, shahih)
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda,
قُمْ يَا بِلَالُ
فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
“Wahai Bilal, berdirilah.
Nyamankanlah kami dengan mendirikan shalat.” (HR. Abu Dawud no. 4985, shahih)
Shalat adalah dzikir,
dan dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala, hati pun menjadi tenang. Shalat
adalah interaksi antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Seorang hamba berdiri di
hadapan Rabb-nya dengan ketundukan, perendahan diri, bertasbih dengan
memuji-Nya, membaca firman Rabb-nya, mengagungkan Allah baik dengan perkataan
dan perbuatan, memuji Allah Ta’ala dengan pujian yang memang layak ditujukan
untuk diri-Nya, dia meminta kepada Allah Ta’ala berupa kebutuhan dunia dan
akhirat.
Shalat mencegah
perbuatan keji dan mungkar
Jika seorang hamba
mendirikan shalat sesuai dengan ketentuan dan petunjuk syariat, maka shalat
tersebut akan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-‘Ankabuut [29]: 45)
Kemampuan shalat untuk
mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar itu sangat tergantung kepada
kualitas ibadah shalat yang dilakukan. Minimal, ketika sedang shalat itu
sendiri seseorang berhenti dan tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena
ketika sedang shalat, seseorang sedang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Ada yang selesai shalat kemudian mencuri sandal di masjid, misalnya, karena
memang kualitas shalatnya yang buruk sehingga tidak lama selesai shalat, dia
kembali lagi melakukan kemungkaran.
Kualitas shalat yang
bagus antara lain ditandai dengan hati yang kembali bertaubat kepada Allah
Ta’ala, menghadirkan hatinya menghadap Allah Ta’ala, dan kuatnya keimanan di
dalam hati. Jika seorang hamba terus-menerus dalam kondisi seperti itu, maka
ketika dia memiliki keinginan melakukan kemungkaran, dia pun ingat dengan
kondisi dirinya ketika menghadap Allah Ta’ala dalam shalatnya, sehingga pada
akhirnya dia pun tercegah dari perbuatan kemungkaran tersebut.
Shalat sebagai penolong
manusia terkait urusan agama dan dunia
Allah Ta’ala berfirman,
وَاسْتَعِينُوا
بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
“Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)
Diriwayatkan dari
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ، صَلَّى
“Dulu jika ada perkara
yang menyusahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mendirikan shalat.”
(HR. Abu Dawud no. 1420, hadits hasan)
Pahala dan kebaikan yang
besar telah disiapkan untuk hamba-Nya yang mendirikan shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
خَمْسُ صَلَوَاتٍ
كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ
شَيْئًا اسْتِخْفَافًا بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ
يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ
عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ
“Lima shalat yang telah
Allah Ta’ala wajibkan kepada para hamba-Nya. Siapa saja yang mendirikannya dan
tidak menyia-nyiakan sedikit pun darinya karena meremehkan haknya, maka dia
memiliki perjanjian dengan Allah Ta’ala untuk memasukkannya ke dalam surga.
Sedangkan siapa saja yang tidak mendirikannya, dia tidak memiliki perjanjian
dengan Allah Ta’ala. Jika Allah menghendaki, Dia akan Menyiksanya. Dan jika
Allah Menghendaki, Allah akan memasukkan ke dalam surga.” (HR. Abu Dawud no.
1420, An-Nasa’i no. 426 dan Ibnu Majah no. 1401, shahih)
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
وَالصَّلَاةُ نُورٌ
“Shalat adalah cahaya.”
(HR. Muslim no. 223)
Yaitu cahaya dalam hati,
wajah, cahaya di alam kubur dan cahaya pada hari kiamat.
Diriwayatkan dari
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengingatkan tentang shalat pada suatu hari, kemudian berkata,
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا
كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ
يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ، وَلَا بُرْهَانٌ، وَلَا نَجَاةٌ ،
وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وَأُبَيِّ
بْنِ خَلَفٍ
“Siapa saja yang menjaga
shalat maka dia akan mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan pada hari
kiamat. Sedangkan siapa saja yang tidak menjaga shalat, dia tidak akan
mendapatkan cahaya, petunjuk dan keselamatan. Dan pada hari kiamat nanti, dia
akan dikumpulkan bersama dengan Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.”
(HR. Ahmad 2: 169 dengan sanad yang hasan)
Qarun adalah simbol orang
yang lalai karena sibuk dengan harta. Fir’aun lalai karena sibuk dengan
kekuasaan dan kerajaan. Haman (perdana menteri Fir’aun) lalai karena sibuk
menjilat penguasa demi meraih jabatan yang tinggi. Sedangkan Ubay bin Khalaf
sibuk dengan urusan perdagangan atau bisnisnya. Inilah gambaran orang-orang
yang disibukkan dengan perkara dunia sehingga lalai dari shalat.
Shalat adalah penggugur
atas dosa-dosa kecil dan membersihkan kesalahan
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ
نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، هَلْ
يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ؟
“Bagaimana pendapatmu
jika di depan pintu rumahmu ada sungai, lalu Engkau mandi sehari lima kali?
Apakah tersisa kotoran di badannya?”
Para sahabat menjawab,
لَا يَبْقَى مِنْ
دَرَنِهِ شَيْءٌ
“Tidak akan tersisa
kotoran sedikit pun di badannya.”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
فَذَلِكَ مَثَلُ
الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ، يَمْحُو اللهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
“Itu adalah permisalan
untuk shalat lima waktu. Dengan shalat lima waktu, Allah Ta’ala menghapus
dosa-dosa (kecil).” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَاةُ الْخَمْسُ،
وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ، مَا لَمْ تُغْشَ
الْكَبَائِرُ
“Shalat lima waktu,
shalat Jum’at ke shalat Jum’at berikutnya, adalah penggugur dosa di antara
keduanya, selama dosa-dosa besar ditinggalkan.” (HR. Muslim no. 233)
Shalat adalah penghubung
paling kuat antara hamba dengan Rabb-nya
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَسَمْتُ الصَّلَاةَ
بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Allah Ta’ala berfirman,
“Aku membagi shalat (yaitu surat Al-Fatihah, pent.) untuk-Ku dan hamba-Ku
menjadi dua bagian. Dan untuk hamba-Ku sesuai dengan apa yang dia minta.”
فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ:
{الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي
عَبْدِي
Ketika hamba berkata
(yang artinya), “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam”; Allah Ta’ala
berfirman, “Hamba-Ku memujiku.”
وَإِذَا قَالَ:
{الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي
Ketika hamba berkata
(yang artinya), “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”; Allah Ta’ala
berfirman, “Hamba-Ku menyanjungku.” (sanjungan yaitu pujian yang
berulang-ulang, pent.)
وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ
يَوْمِ الدِّينِ} ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ
عَبْدِي
Ketika hamba berkata
(yang artinya), “Yang menguasai hari pembalasan”; Allah Ta’ala berfirman,
“Hamba-Ku memuliakanku.” Dan terkadang Allah berfirman, “Hamba-Ku
memasrahkankan urusannya kepada-Ku.”
فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ
نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي،
وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Ketika hamba berkata
(yang artinya), “Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau
kami meminta pertolongan”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah antara Aku dan
hamba-Ku. Dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”
فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ
الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي
مَا سَأَلَ
Dan ketika hamba berkata
(yang artinya), “(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada
mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang
sesat”; Allah Ta’ala berfirman, “Ini adalah untuk hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku
sesuai apa yang dia minta.” (HR. Muslim no. 395)
Faidah tambahan dari
hadits di atas adalah bahwa nama lain surat Al-Fatihah adalah “shalat”, karena
surat Al-Fatihah senantiasa dibaca ketika shalat. Hadits ini juga menjadi dalil
bagi sebagian ulama bahwa surat Al-Fatihah itu dimulai dari ayat,
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
sedangkan basmalah bukan
termasuk dari bagian surat Al-Fatihah. Masalah ini dapat dibaca lebih detail di
tulisan-tulisan lainnya yang khusus membahas permasalahan ini. [1, 2]
Maka apakah kita temukan
adanya penghubung yang lebih erat antara seorang hamba dengan Rabbnya melebihi
ketika seorang hamba mendirikan shalat? Yaitu ketika seorang hamba yang berada
di bumi mendirikan dan memperhatikan shalat dengan membaca surat Al-Fatihah
ayat demi ayat, dan Allah Ta’ala merespon (menjawab) bacaan surat tersebut dari
atas langit yang tujuh? Renungkanlah keutamaan yang sangat besar ini, wahai
kaum muslimin. [3]
Sumber : muslim.or.id
_______________
Youtube :
youtube.com/perumahanislamiindonesia.
Instagram :
Instagram.com/perumahanislamiindonesia.
Facebook :
facebook.com/perumahanislamiindonesia.
Perumahan Islami Indonesia
Developer, Agensi dan Konsultan Property Syariah