Syeikh
Abdulaziz bin Baaz mantan Mufti Agung Saudi Arabia Rohimahullah pernah
ditanya,”Apa hukum melaksanakan jual beli sistem panjar (Al Urabun) apabila
belum sempurna jual belinya.
Bentuknya adalah dua orang melakukan transaksi jual
beli, apabila jual beli sempurna maka pembeli menyempurnakan nilai
pembayarannya dan bila tidak jadi maka penjual mengambil DP (panjar) tersebut
dan tidak mengembalikannya kepada pembeli?”Beliau menjawab,”Tidak mengapa
mengambil DP (uang panjar) tersebut dalam pendapat yang rojih dari dua pendapat
ulama, apabila penjual dan pembeli telah sepakat untuk itu dan jual belinya
tidak dilanjutkan (tidak disempurnakan).
Fatwa
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al Ilmiyah Wa Al Ifta (komite tetap untuk penelitian
ilmiyah dan fatwa kerajaan Saudi Arabia)
-
Fatwa no. 9388 yang berbunyi:
Pertanyaan:Bolehkah seorang penjual mengambil uang muka (’Urbuun) dari pembeli
dan dalam keadaan pembeli gagal membeli atau mengembalikannya apakah penjual
berhak secara hukum syari’at mengambil uang muka tersebut untuk dirinya tanpa
mengembalikannya kepada pembeli?
Jawaban:Apabila realitanya demikian maka dibolehkan
baginya (penjual) untuk memiliki uang muka tersebut untuk dirinya dan tidak
mengembalikannya kepada pembeli –menurut pendapat yang rojih- apabila keduanya
telah sepakat untuk itu.Ditanda tangani oleh Syeikh Abdulaziz bin Baaz,
Abdurrazaq ‘Afifi dan Abdullah bin Ghadayaan.
-
Fatwa
no. 19637 menjawab pertanyaan:“Al ‘Urbuun sudah dikenal dengan
uang muka sedikit yang diserahkan pada waktu membeli untuk tanda jadi hingga
menjadikan barang dagangan tersebut tergantung. Apa hukum jual beli tersebut?
Banyak dari para penjual yang mengambil harta Urbuun (panjar) ketika gagal
pelunasan pembayaran, bagaimana hukumnya?”
Jawaban:Jual beli dengan DP (’Urbuun)
diperbolehkan.Jual beli ini dengan membayar seorang pembeli kepada penjual atau
agennya (wakilnya) sejumlah uang yang lebih sedikit dari nilai harga barang
tersebut setelah selesai transaksi, untuk jaminan barang. Ini dilakukan agar
selain pembeli tersebut tidak mengambilnya dengan ketentuan apabila pembeli
tersebut mengambilnya maka uang muka tersebut terhitung dalam bagian pembayaran
dan bila tidak mengambilnya maka penjual berhak mengambil uang muka tersebut
dan memilikinya.Jual beli sistem panjar (’urbuun) ini sah, baik telah
menentukan batas waktu pembayaran sisanya atau belum menentukannya dan penjual
memiliki hak secara syar’i menagih pembeli untuk melunasi pembayaran setelah
sempurna jual beli dan terjadi serah terima barang.
-
Majlis
Fikih Islam pada seminar ke delapan telah selesai berkesimpulan dibolehkannya
jual beli panjar.
Berikut ini ketetapan-ketetapan yang mereka buat:
Pertama: Yang dimaksud dengan jual beli sistem panjar
adalah menjual barang, lalu si pembeli memberi sejumlah uang kepada si penjual
dengan syarat bila ia jadi mengambil barang itu, maka uang muka tersebut masuk
dalam harga yang harus dibayar. Namun kalau ia tidak jadi membelinya, maka
sejumlah uang itu menjadi milik penjual. Transaksi ini selain berlaku untuk
jual beli juga berlaku untuk sewa menyewa, karena menyewa berarti membeli
fasilitas.Di antara jual beli dikecualikan jual beli yang memiliki syarat harus
ada serah terima pembayaran atau barang transaksi di lokasi akad (jual beli
As-Salm) atau serah terima keduanya (barter komoditi riba fadhal dan Money
Changer). Dan dalam transaksi jual beli murabahah tidak berlaku bagi orang yang
mengharuskan pembayaran pada waktu yang dijanjikan, namun hanya pada fase
penjualan kedua yang dijanjikan.
Kedua:
Jual
beli sistem panjar dibolehkan bila dibatasi waktu menunggunya secara pasti, dan
panjar itu dimasukkan sebagai bagian pembayaran, bila sudah dibayar lunas. Dan
menjadi milik penjual bila si pembeli tidak jadi melakukan transaksi pembelian.
-
Fatwa
Al Hai’at Al Syar’iyah Li Syarikat Al Raajihi Al Mashrafiyah Lil Istitsmaar
(Dewan syari’at Bank Islam Al Rajihi KSA), ketetapan no. 99.
Dengan demikian yang rojih –insya Allah- adalah
pendapat yang membolehkannya. Namun perlu diingat bila penjual mengembalikan
uang muka (panjar) tersebut kepada pembeli ketika gagal menyempurnakan jual
belinya, itu lebih baik dan lebih besar pahalanya disisi Allah sebagaimana
disabdakan Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam,
Ù…َÙ†ْ Ø£َÙ‚َالَ Ù…ُسْÙ„ِÙ…ًا Ø£َÙ‚َالَÙ‡ُ اللَّÙ‡ُ عَØ«ْرَتَÙ‡ُ
Siapa yang berbuat iqaalah dalam jual belinya kepada
seorang muslim maka Allah akan bebaskan ia dari kesalahan dan dosanya.
Iqalah dalam jual beli dapat digambarkan dengan
seorang membeli sesuatu dari seorang penjual, kemudian pembeli ini menyesal
membelinya, ada kala karena sangat rugi atau sudah tidak butuh lagi atau tidak
mampu melunasinya, lalu pembeli itu mengembalikan barangnya kepada penjual dan
penjualnya menerimanya kembali (tanpa mengambil sesuatu dari pembeli).
Demikian
seputar permasalahan jual beli dengan pemberian uang muka, mudah-mudahan
bermanfaat.
***
Penulis:
Ust. Kholid Syamhudi, Lc.
_______________
Youtube :
youtube.com/perumahanislamiindonesia.
Instagram :
Instagram.com/perumahanislamiindonesia.
Facebook :
facebook.com/perumahanislamiindonesia.
Perumahan Islami Indonesia
Developer, Agensi dan Konsultan Property Syariah